Kritik untuk Sisdiknas
Ketuhanan Yang Maha Esa
Adalah sila pertama Pancasila yang katanya guru SD saya itu adalah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana saya berada. Kemudian setelah SMP saya dapat wejangan dari guru PPKn, katanya bahwa mereka yang menentang dan tidak mau menggunakan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia maka mereka termasuk golongan yang makar terhadap Negara yang sah dan berdaulat ini (Indonesia Raya Merdeka-Merdeka) hingga sekarang kadang-kadang saya masih berfikir apakah bener kata-kata guru SMP saya itu..
Namun, mari coba kita berfikir lebih dalam dan jauh terhadap system dan kebijakan pendidikan yang selama ini diterapkan di negri yang katanya Emha Ainun Nadjib adalah sempalan surga ini. Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai pembuka sila-sila Pancasila berikutnya, saya rasa ini boleh dimaknai jika Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai pandangan hidup bangsa dan Pemerintah Indonersia, seharusnya jikalau ada bangsa INDONESIA YANG TIDAK ber-Tuhan atau ber-Tuhan lebih dari satu maka warga itu termasuk melanggar Pancasila dan pantas untuk dikenai adilnya hukum. Bagaimana tidak la wong Ketuhanan Yang Maha Esa bisa bermakna paham pemikiran ber-Tuhan yang Maha Satu, yang Maha Tunggal. Ah tapi itu hanya rasan-rasan saya terhadap ketidak adilan di negeri ini terhadap sekelompok penentang Pancasila yang secara terbuka, namun nyatanya keadilan tetap diperoleh mereka yang menentang dan melanggar Pancasila secara halus.
Eh itu belum seberapa looo… coba cermati keberlangsungan Pendidikan di Indonesia (yang mana pendidikan merupakan pilar penting untuk keberlangsungan hidup bangsa dan Negara, masih tetap tehadap sila Pertama Pancasila. Bener tidak, jika mau menuju Ketuhanan Yang Maha Esa (yang esensinya ini terpenting bagi Indonesia) ditempuh dengan mendidik generasi Indonesia dengan mengalokasikan waktu HANYA dua jam pelajaran untuk mata pelajaran agama dan HANYA dua jam pelajaran pula untuk mata pelajaran Pancasila? Coba bandingkan dengan Mapel Matematika, Biologi, Fisika Bhs Asing dll, apakah mau membentuk watak Ketuhanan Yang Maha Esa itu bisa dengan lebih banyak alokasi asah kecerdasan dan kepintaran dari pada Akhlak? Bukankah kebijakan ini juga membodohi, melangaar dan mengesampingkan Pancasila secara halus? Kalau begitu, apakah salah, jika saya bilang pembuat kebijakan itu juga Makar terhadap Indonesia Raya?
Ini belum terhadap sila-sila yang lain…. Mau membangun Bangsa dan Negara kog dengan kebohongan,,, mau jadi apa?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
masa sepi pembaca.... tak bacane kalau gt
BalasHapuskritik wt yang nulis... dasar n ref-nya dikasih dunk, biar pembaca lebih yakin
thanks
Saya sepakat bahwa cetak biru pendidikan kita cenderung meminggirkan pentingnya pembangunan akhlak mulia. Tetapi, sebagai warga, kok saya kurang nyaman ya, kalau Sila Pertama berarti negara campur tangan pada bagaimana cara saya beragama.
BalasHapusO iya, salam kenal.